USAHA
gigihnya selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Dari ketekunan
itu, lahirnya benih unggul lokal Lampung yang kini dikenal dengan benih
padi unggul Sertani 1 yang kini makin populer di kalangan petani.
Karena
prestasinya itu juga, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri
menyempatkan diri berkunjung ke gubuk Surono Danu di Desa Onoharjo,
Lampung Tengah, pada 2 Februari 2008.
Sehari sebelum peristiwa
bersejarah bagi Surono itu, Lampung Post bertandang ke rumah "sang
peneliti". "Inilah istana seribu jendela, tempat berteduh kami. Setiap
lubang di dinding geribik ini adalah jendela. Kalau hujan, air hujan pun
ikut berteduh ha...ha...ha," kata Surono.
Surono menjejakkan
kaki pertama kali di Lampung tahun 1982 di Desa Bungkuk, Jabung, Lampung
Timur. Saat itu ia meneliti dan mengenalkan beberapa tanaman kepada
petani. Ia membuat pola pengembangan tanaman nilam dan vanili. "Tujuan
saya menambah komoditas di Lampung yang otomatis akan menambah income
petani."
Tahun 1984, ia melanjutkan penelitian dan pengenalan
bercocok tanam yang baik ke umbulan Way Pengubuan, persisnya Kampung
Terbanggibesar. Ia membawa benih nilam dan melakukan hal serupa kepada
petani di sana. Namun, bibit nilam disimpan di Talang Jago, Bukit
Kemuning. Ia juga mengenalkan benih jagung hibrida C-1, sekaligus
mengajari petani cara bercocok tanam yang baik.
Rupanya Surono
kurang puas dengan hasil yang diperoleh petani di Terbanggibesar. Ia pun
"bertualang" lagi ke daerah lain di Bumi Ruwa Jurai. Seperti Kalianda,
Kotaagung, dan daerah lain sembari meneliti benih padi unggul.
Selama
bertualang, Surono mengaku lebih banyak berjalan kaki atau dengan
sepeda tuanya. Maklum, kondisi ekonominya jauh dari cukup. "Jangankan
beli kendaraan, untuk ongkos saja tidak punya," kata dia.
Selama
bertahun-tahun ia menjelajahi daerah-daerah pertanian di Lampung.
Hasilnya, Surono mengoleksi 181 jenis benih padi. Benih-benih itu dia
teliti dan kemudian menetapkan tiga jenis benih padi unggulan. Ketiga
jenis benih padi itu pun ia uji dan teliti.
Untuk benih jantan,
Surono memilih padi asal Terbanggibesar yang diberi nama Dayang Rindu.
Sedangkan benih betina dipilih dua jenis padi, yakni asal Kampung
Gunungbatin, Terusannunyai, yang dinamainya "Si rendah sekam kuning" dan
"Si rendah sekam putih".
Sejak 1985, Surono praktis memusatkan
penelitiannya pada ketiga jenis padi itu. Dari hasil persilangan benih
itu, 10 tahun kemudian ia menemukan benih padi yang berusia 150 hari.
Dan, tujuh tahun kemudian--dengan rumus ciptaan dan pengetahuan yang
dimilikinya--Surono akhirnya menemukan benih padi berusia 135 hari.
Meski
hasilnya cukup spektakuler, Surono belum puas juga. Ia masih terus
meneliti dan tahun 1997 ditemukanlah benih padi berusia 105 hari. Benih
padi itu pun ia beri nama Sertani 1.
Menurut Surono, satu hektare
tanaman padi ini, dengan perlakuan yang baik, mampu memproduksi gabah
maksimal 14 ton. "Benih ini tidak memiliki perawatan khusus bahkan tidak
membutuhkan suplai air yang memadai," kata Surono Danu.
"Justru
dengan pasokan air yang lebih banyak, produksi menjadi tidak maksimal,"
kata Surono. Benih ini juga mampu hidup di berbagai kondisi tanah apa
pun seperti perladangan, gaga rancah, sawah, dan salinitas atau lahan
yang kurang bagus untuk produksi.
Dari segi pemupukan, benih
Sertani 1 ini hanya membutuhkan paling banyak lima kuintal per hektare
dan tahan terhadap hama apa pun seperti hama tikus.
Bila batang
tanaman padi ini digigit tikus, batangnya mampu menutup luka akibat
gigitan hama hanya dalam waktu 24 jam dan tetap bisa tumbuh dengan baik.
Benih Sertani 1 memiliki antibodi sendiri sehingga lebih tahan terhadap
serangan penyakit.
Sembari mengembangkan benih Sertani 1 dan
mengenalkannya pada petani, Surono terus meneliti. Dua tahun kemudian
(1999), dia berhasil menemukan benih padi dengan usia panen 95 hari.
"Benih padi itu akan kita beri nama EMESPE-1 singkatan dari Mari
Sejahterakan Petani," ujar pria yang sangat tertekan semasa rezim Orde
Baru itu.
Menurut Surono, padi EMESPE ini sudah ditanam di
seluruh Indonesia. Ini memang jadi keinginannya agar padi hasil
penelitiannya bertahun-tahun itu bisa meningkatkan kesejahteraan para
petani karena hasil panenannya bisa dua kali lebih banyak ketimbang
jenis padi lokal lain.
"Dahulu, Mahapatih Gajah Mada pernah
bersumpah tidak akan makan buah palapa kalau belum bisa menaklukkan dan
menyatukan wilayah Nusantara. Saya pun tidak makan nasi hasil penemuan
saya ini sebelum tertanam di seluruh Indonesia. Nah, karena sekarang
sudah tertanam di seluruh Indonesia, saya pun sudah merasakan nasi dari
padi EMESPE," jelas Surono.
Selama 20-an tahun meneliti, Surono
tidak pernah menerima dan meminta imbalan dari siapa pun. Semua yang dia
lakukan semata-mata didorong keinginannya menyejahterakan orang banyak,
terutama petani.
Hal yang membuat Surono tidak pernah surut untuk
meneliti adalah sikapnya yang kritis dan selalu bersemangat. "Saya tidak
punya apa-apa kecuali sikap kritis dan spirit. Seperti virus, inilah
yang saya sebarkan kepada masyarakat. Jika kebaikan dan pengetahuan kita
sebarkan seperti virus, masyarakat akan kuat," ujarnya.
Dalam
keseharian, Surono selain dikenal ramah dan tegas, juga terbuka pada
siapa pun. Selain tekun meneliti tanaman, ia juga memiliki kemampuan
meracik obat-obatan herba. Sudah banyak orang sakit yang disembuhkan
oleh racikan obatnya.
Benih unggul temuan Surono kini menjadi
perbincangan. Bukan hanya di Lampung, juga seantero Indonesia. Meski
demikian, kehidupan ekonomi Surono belum beranjak naik. Ia tetap saja
seorang petani desa yang hidup penuh kesederhanaan. "Ibarat lukisan,
saya ini lukisan abstrak, tidak jelas tapi mempunyai arti," ujar Surono.
Menjadi
penangkar padi adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan
ketekunan ekstra. Surono Danu membuktikan hal itu. Dia sudah bangun
sejak pukul 02.00 untuk mengawasi bulir padi dan membuka serbuk sarinya.
Menjelang
pukul 04.00, serbuk sari yang sudah terbuka itu kemudian dikimpoikan.
Alat pembuka serbuk sari hanyalah pinset. "Hanya itu alat yang saya
gunakan," kata Surono. Ini adalah proses yang terbilang rumit karena
padi tidak boleh rusak. Kemudian sisa dari bulir padi yang tidak
dikimpoikan, harus dibuang. Lalu, padi yang sudah dikimpoikan itu
ditutup plastik, dan diberi lubang untuk sirkulasi udara. Nah, pukul
06.30 adalah saat tanaman padi kimpoi. "Saya harus bangun lebih pagi
agar tidak keduluan proses perkimpoian padi secara alami," kata ayah
lima anak ini.
Setiap saat, Surono harus terus memantau setiap
bulir padi yang telah dikimpoikan untuk melihat tingkat keberhasilan
proses perkimpoian. Banyaknya bulir padi yang dikimpoikan bergantung
pada kecepatan sang penangkar. Dalam sehari bisa 10--20 bulir padi yang
dikimpoikan. Namun, kata Surono, dalam 10 ribu bulir yang berhasil
paling hanya satu.
Langkah selanjutnya, padi hasil perkimpoian
itu diuji coba terus-menerus sehingga menghasilkan galur padi yang
diinginkan. Jangan membayangkan Surono bekerja dalam sebuah laboratorium
dengan fasilitas lengkap. Dia bahkan mengaku tidak punya lahan secuil
pun untuk uji coba.
Menurut cerita Surono, semua uji coba padi
dilakukan dalam pot di halaman rumahnya di Bandar Lampung, dan alat yang
digunakan hanya pinset. Tidak heran bila usaha menghasilkan galur
unggul lokal dari Sertani 1 hingga Sertani 16 memakan waktu sampai 22
tahun.
Salam ORGANIK
Kami menyediakan dan menjual bibit padi dan Pupuk Organik
Bibit
padi SERTANI 1, Mentik Susu, Rojolele, Padi Merah dan Padi Hitam, Harga
Rp 30.000 per kg. Pupuk Organik Padat, Harga Rp 6.000 per kg.
Pupuk Organik Cair, Harga Rp 75.000 per liter. (Harga belum
termasuk ongkos kirim).
Hubungi 087780121888, 081281800088